ASKEP DIABETES MELETUS
1.
LAPORAN
PENDAHULUAN
DIABETES
MELETUS DI RUANGAN PERAWATAN MARINA (BEDAH)
RSUD Dr. H. M. ANWAR MAKKATUTU
KABUPATEN
BANTAENG
OLEH
SAHRUL
C 1 LAHAN C1 INSTITUSI
STIKES
TANAWALI PERSADA TAKALAR
PROGRAM
STUDI NERS
TAHUN
2019
A.
Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan
heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner dan Sudarta, 1999).
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner dan Sudarta, 1999).
Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis
yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama,
mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol (WHO).
B.
Etiologi
1. Diabetes tipe I :
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes tife II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor
genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor
resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung
meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
C.
Patofisiologi
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan
bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu
tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik.
Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan
setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan
protein (Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik.
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik.
D.
Manifestasi klinik
Gejala diabetes
mellitus type 1 muncul secara tiba–tiba pada usia anak–anak sebagai akibat dari
kelainan genetika sehingga tubuh tidak memproduksi insulin dengan baik.
Gejala–gejalanya antara lain adalah sering buang air kecil, terus menerus lapar
dan haus, berat badan turun, kelelahan, penglihatan kabur, infeksi pada kulit
yang berulang, meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni, cenderung
terjadi pada mereka yang berusia dibawah 20 tahun.
Sedangkan
diabetes mellitus tipe II muncul secara perlahan–lahan sampai menjadi gangguan
kulit yang jelas, dan pada tahap permulaannya seperti gejala pada diabetes
mellitus type I, yaitu cepat lemah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit,
sering buang air kecil, terus menerus lapar dan haus, kelelahan yang
berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit yang berkepanjangan,
biasanya terjadi pada mereka yang berusia diatas 40 tahun tetapi prevalensinya
kini semakin tinggi pada golongan anak–anak dan remaja.
Gejala–gejala
tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan akibat kerja. Jika
glukosa darah sudah tumpah ke saluran urine sehingga bila urine tersebut tidak
disiram akan dikerubungi oleh semut adalah tanda adanya gula. Gejala lain yang
biasa muncul adalah penglihatan kabur, luka yang lam asembuh, kaki tersa keras,
infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita, impotensi pada pria.
E.
Komplikasi
Komplikasi
diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik
(Carpenito, 2001).
Komplikasi Akut, ada 3
komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan berhubungan dengan
keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga komplikasi
tersebut adalah (Smeltzer, 2002 : 1258)
1.
Diabetik
Ketoasedosis (DKA)
Ketoasedosis
diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan
penyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak adanya
insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata ( Smeltzer, 2002 : 1258 )
2.
Koma
Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma
Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas
dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah satu
perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis
pada KHHN (Smetzer, 2002 : 1262)
3.
Hypoglikemia
Hypoglikemia
(Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi kalau kadar glukoda dalam
darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat
pemberian preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan
yang terlalu sedikit (Smeltzer, 2002 : 1256)
Komplikasi
kronik Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua
pembuluh darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik
dibagi menjadi 2 yaitu (Long 1996) :
1.
Mikrovaskuler
a.
Penyakit Ginjal
Salah satu
akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada
struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka
mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein
darah dalam urin (Smeltzer, 2002 : 1272)
b.
Penyakit Mata
(Katarak)
Penderita
Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan. Keluhan
penglihatan kabur tidak selalui disebabkan retinopati (Sjaifoellah, 1996 :
588). Katarak disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan yang
menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996 : !6)
c.
Neuropati
Diabetes dapat
mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom, Medsulla spinalis,
atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahan–perubahan metabolik
lain dalam sintesa atau fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat
menimbulkan perubahan kondisi saraf (Long, 1996 : 17)
2.
Makrovaskuler
a.
Penyakit
Jantung Koroner
Akibat kelainan
fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan kerja
jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan
naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan
mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung
koroner atau stroke
b.
Pembuluh darah
kaki
Timbul karena
adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini berperan dalam
terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan
gangren. Infeksi dimulai dari celah–celah kulit yang mengalami hipertropi, pada
sel–sel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan
kalus, demikian juga pada daerah–daerah yang tekena trauma (Long, 1996 : 17)
c.
Pembuluh darah
otak
Pada pembuluh
darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah ke otak menurun
(Long, 1996 : 17)
F.
Pemeriksaan
penunjang
Pemeriksaan
yang dilakukan sebagai penunjang diagnostik medis antara lain:
1.
Pemeriksaan gula darah
Orang dengan
metabolisme yang normal mampu mempertahankan kadar gula darah antara 70-110
mg/dl (engliglikemi) dalam kondisi asupan makanan yang berbeda-beda. Test dilakukan
sebelum dan sesudah makan serta pada waktu tidur.
2.
Pemeriksaan dengan Hb
Dilakukan
untuk pengontrolan DM jangka lama yang merupakan Hb minor sebagai hasil dari
glikolisis normal.
3.
Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan
urine dikombinasikan dengan pemeriksaan glukosa darah untuk memantau kadar
glukosa darah pada periode waktu diantara pemeriksaan darah.
G.
Penatalaksanaan
1.
Perencanaan
makan
Standar yang
dianjurkan adalah makan dengan komposisi seimbangan dalam hal Karbohidrat (KH),
Protein, lemak yang sesuai kecukupan gizi :
a.
KH 60 –70 %
b.
Protein 10 –15
%
c.
Lemak 20 25 %
Beberapa cara menentukan jumalah kelori uantuk pasien DM
melalui perhitungan menurut Bocca: Berat badan (BB) Ideal:
(TB – 100) – 10% kg
1). BB ideal x
30% untuk laki-laki
BB ideal x25% untuk Wanita
Kebutuan kalori dapat ditambah lagi dengan kegiatan sehari-hari:
·
Ringan : 100 – 200 Kkal/jam
·
Sedang : 200 – 250 Kkal/jam
·
Berat : 400 – 900
Kkal/jam
2). Kebutuhhan basal dihituubbng
seperti 1), tetapi ditambah kalori berdasarkan persentase kalori basal:
·
Kerja ringan
ditambah 10% dari kalori basal
·
Kerja sedang ditambah 20%
dari kalori basal
·
Kerja berat ditambah 40 – 100 %
dari kalori basal
·
Pasien kurus, masih tumbuh kumbang,
terdapat infeksi, sedang hamil atau menyesui, ditambah 20 –30-% dari kalori
basal
3)
Suatu pegangan
kasar dapat dibuat sebagai berikut:
·
Pasien
kurus : 2300 – 2500 Kkal
·
Pasien
nermal : 1700 – 2100 Kkal
·
Pasien
gemuk : 1300 – 1500 Kkal
2.
Latihan jasmani
Dianjurkan
latihian jasmani secara teratur (3 –4 x seminggu) selama kurang lrbih 30 menit
yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Latihian yang
dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda dan
mendayung. Sespat muingkain zona sasaran yaitu 75 – 85 % denyut nadi maksimal :
DNM = 220-umur (dalam tahun)
3.
Pengelolaan
farmakologi
a.
Obat
hipoglikemik oral (OHO)
1)
Golongan
sulfonilures bekerja dengan cara:
-
Menstimulasi
penglepasan insulin yang tersimpan
-
Menurunkan
ambang sekresi insulin
-
Meningkatkna
sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa
2)
Biguanid
-
Menurunkan
kadar glukosa darah tapi tidak sampai bawah normal. Preparat yang ada dan aman
adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk
3)
Inhibitor alfa
glukosidase
-
Secara
kompettitf menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna
sehingga menrunkan hiperglikemia pasca pransial
4)
Insulin sensitizing
agent
-
Thoazolidinediones
adalah golongan obat baru yang mempunyai sfek farmakologi meningkatkan
sensitivitas insulin sehingga bisa mengatasi nasalah resistensi insulin dan
berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
2. Konsep
Dasar Keperawatan
1.Pengkajian.
Mengumpulkan data pasien DM baik
dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, wawancara, observasi dan
dokumentasi secara biopsikososial dan spiritual.
a.
Identitas klien.
Meliputi
nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa, status
perkawinan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, no.register RS, Diagnosa medis,
penanggung jawab.
Keluhan utama.
Biasanya pasien datang dengan
keluhan : pusing, lemah, letih, luka yang tidak sembuh.
b. Riwayat penyakit sekarang.
b. Riwayat penyakit sekarang.
- · perubahan pola berkemih.
- · Pusing.
- · Mual, muntah.
- · Apa ada diberi obat sebelum masuk RS.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Apakah
pasien punya penyakit DM sebelumnya.
d. Riwayat penyakit keluarga.
Tanyakan
pada pasien apa ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti yang di
derita pasien.
e. Pemeriksaan fisik.
- Keadaan umum : penampilan, tanda vital, kesadaran, TB, BB.
- Kulit : keadaan kulit, warnanya, turgor,edema, lesi, memar
- Kepala : keadaan rambut, warna rambut, apa ada massa
- Mata : bagaimana pupilnya, warna sklera, kunjungtiva, bagaimana reaksi pupil terhadap cahaya, apakah menggunakan alat bantal.
- Hidung : strukturnya, apa ada polip, peradangan, fungsi penciuman.
- Telinga : strukturnya, apa ada cairan keluar dari telinga, peradangan, nyeri.
- Mulut : keadaan mulut, gigi, mukosa mulut dan bibir, apa ada gangguan menelan
- Leher : keadaan leher, kelenjar tiroid.
- Dada/pernapasan/sirkulasi : bentuk dada, frekuensi napas, apa ada bunyi tambahan, gerakan dinding dada.
- Abdomen : struktur, kebersihan, apa ada asites, kembung, bising usus, apa ada nyeri tekan.
f. Kebutuhan biologis.
- Nutrisi : pola kebiasaan makanan,
- jenis makanan / minuman.
- Eliminasi : pola, frekuensi, jumlah, warna, bau, konsistensi
(BAK/BAB).
Istirahat / tidur : kebiasaan tidur selama di rumah dan RS. - Aktivitas : Apakah terganggu atau terbatas, faktor yang memperingan atau memperberat, riwayat pekerjaan.
g. Riwayat psikologis.
Bagaimana
pola pemecahan masalah pasien terhadap masalahnya demikian juga keluarga.
h. Riwayat sosial.
Kebiasaan
hidup, konsep diri terhadap masalah kesehatan, hubungan dengan keluarga,
tetangga, dokter, perawat.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi kurang, disfagia
2) Resiko syok berhubungan dengan
ketidakmamapuan eletrolit kedalam sel tubuh, hipovolemia
3) Kerusakan integritas jaringan
berhubungan dengan nekrosisi kerusakan jaringan
4) Resiko infeksi berbuhungan dengan
trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes meletus).
5) Resiko ketidakseimbangan elektrolik
berhubungan dengan gejala poliuria dehidrasi
3. Rencana
Keperawatan
1. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi kurang, disfagia
a. NOC
1. Nutritional status
2. Nutritional status : food and fluid
3. Intake
4. Nutritional status : nutrient intake
5. Weight control
b. Kriteria
Hasil :
1.Adanya peningkatan berat badan
sesuai dengan tujuan
2.Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan
nutrisi
4. Tidak ada tanda malnutrisi
5.Menunjukan peningkatan fungsi
pengecapan dari menelan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
c. NIC
:
Nutrition management :
1. Kaji adanya alergi makanan
2.Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menetukan jumlah kalori dan nutisi yang dibutuhkan pasien
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
intake Fe
4.
Anjurkan pasien untuk protein dan
vitamin C
5. Berikan substansi gula
6.Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih
8.Ajarkan pasien bagaiman membuat
catatan makanan harian.
9.Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori
10.Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11.Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.
2. Resiko
syok berhubungan dengan ketidakmamapuan eletrolit kedalam sel tubuh,
hipovolemia
a. NOC
1.
Syok
prevention
2.
Syok
management
b. Kriteria
Hasil :
1. Nadi dala batas di harapkan
2.Irama jantung dalam batas diharapkan
3.Frekwensi nafas dalm batas di
harapkan irama pernafasan dalam batas diharapkan
4. Natrium serum dbn
5. Kolium serum dbn
6. Kalsuim serum dbn
c. NIC
:
syok prevention :
1.Monitor status sirkulasi BP,warna
kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR dan ritme,nadi periferdan kapilerrefill,
2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi
jaringan
3. Monitor suhu dan pernafasan
4. Monitor input dan autput
5. Monitor tanda dan gejala asites
6. Monitor tanda awal syok
7. Beriakan cairan iv dan oral yang
tepat
8. Ajarkan keluarga dan pasien tentang
tentang tanda dan gejalah datangnya syok
3. Kerusakan
integritas jaringan berhubungan dengan nekrosisi kerusakan jaringan
a.
NOC
1. Tissue integrity : skin and mucous
2. Wound healing : primary and
secondary intention
b.
Kriteria Hasil :
1. Perfusi jaringan normal
2. Tidak ada tanda-tanda infeksi
3. Ketebalan dan tekstur jaringan
normal
4.Menunjukkan pemahaman dalam proses
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang.
5.Menunjukkan terjadinya proses
penyembuhan luka
c. NIC
:
Prssure ulcer prevention would care
1. Angkat balutan dan plester perekat
2. Monitor karakteristik luka, termasuk
drainase, warna, ukuran, dan bau
3. Bersihkan dengan cairan Nacl
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
setiap dua jam
5. Ajarkan keluarga tentang luka dan
perawatan luka
6. Pertahankan teknik balutan steril
ketika melakukan perawatan luka, dengan tepat
4. Resiko
infeksi berbuhungan dengan trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes
meletus).
a. NOC
1. Immune status
2. Knowledge : infection control
3. Risk control
b. Kriteria
Hasil :
1.Klien bebas dari tnda dan gejala
infeksi
2.Mendiskripsikan proses penularan
penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
3.Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi
4. Jumlah leukosit dalam batas normal
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat
c. NIC
:
Infection control (kontrol infeksi)
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
pasien lain
2.
Pertahankan teknik isolasi
3.
Batasi pengunjung bila perlu
4. Instruksikan pada pengunjung untuk
mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
5.Gunakan sabun antimikrobia untuk
cuci tangan
6.Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
alat pelindung
8.Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
9.Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
10.Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
11.
Tingkatkan intake nutrisi
12.
Berikan terapi antibiotik bila perlu
infektion protektion (proteksi terhadap infeksi)
15.
Monitor kerentanan terhadap infeksi
16.
Batasi pengunjung
17.Sering pengunjung terhadap penyakit
menular
18.Pertahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
19.
Pertahankan teknik isolasi k/p
20.Berikan perawatan kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan, pans, drainase
21.
Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah
22.
Dorong masukkan nutisi yang cukup
23.
Dorong masukkan cairan
24.
Dorong istirahat
25.Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
26.
Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
27.
Ajarkan cara menghindari infeksi
28.
Laporkan kecurigaan infeksi
5. Resiko
ketidakseimbangan elektrolik berhubungan dengan gejala poliuria dehidrasi
a. NOC
1. fluid balance
2. hydration
3. nutritional status : food dan fluid
4. intake
b. Kriteria
Hasil :
1. mempertahankan urine output
2. Tekanan darah , nadi, suhu tubuh
dalam batas normal
3. tidak ada tanda tanda dehidrasi
4.elastic turgor kulit baik, membrane
mukosa lembab, tidak rasa haus berlebihan
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat
c. NIC
:
fluid management
1.timbang popok pembalut jika di
perlukan
2.pertahankan catatan intake dan
output yang akurat
3. monitor vital sign
4.monitor status
nutrisi
4.dorong masukan oral
5.berikan cairan IV
6.Kolaborasi pemberian cairan IV
7.Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
8.monitor status cairan termasuk
intake dan output
Amin H.N. & Hardhi.K. (2015), Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC,JILID 3,
penerbit:Media action publishing.yogjakarta
Engram Barbara, (1998), Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 3, Penerbit :
Carpenito,
Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih,
Jakarta : EGC, 1997.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Barbara,
CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan),
Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Komentar
Posting Komentar